Oleh:Mathiyas Thaib,CEO Alomet & Friends
Di era globalisasi ini kesejahteraan negara ditentukan oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sudah sejauh mana keberpihakan pemerintah kita terhadap pengembangan ilmu pengatahuan dan teknologi (iptek)?Mari kita berkaca kepada Pakistan.
Salah satu kisah paling bombastis tentang keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan iptek,adalah persiden Pervez Musharaf bersedia memberikan “maskawin” kepada Dr.Attaur Rahman yang di pinang untuk menjabat Mentri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.Apa saja “mas kawin” bagi ilmuan kimia terkemuka di Pakistan itu?
Pertama,pemerintah bersedia meningkatkan anggaran pendidikan tinggi 100 perse,dan selanjuta nya 50 persen setiap tahun hingga lima tahun ke depan.Kedua pemerintah harus meningkatkan pembelanjaan riset 6.000 persen.Ketiga,pemerintah harus menggaji para peneliti empat kali lebih besar besar daripada jajaran mentri di kabinet.Hasinya,setelah lima tahun,kemajuan iptek dan industri Pakistan kini sudah mendekati India.
Sebaliknya di Indonesia,penegembangan iptek nya masih terseok-seok.Rasio anggaran APBN untuk riset pengembangan iptek seolah “belas kasihan”belaka.Sempit nya penayangan acara-acra di televisi kita menggambarkan,betapa kurang nya apresiasi bangsa ini terhadap pengembangan iptek.
Ketidakkonsistenan kebijakan dengan praktek di lapangan menggambarkan,betapa bangsa ini belum mau belajar dari progresivitas negara-negara berkembang lain nya.Indonesia belum beranjak dari mental konsumtif ke mental produktif.Kondisi ini semakin mencolok,dari tren bidang stadi yang di minati mahasiswa indonesia di luar negri selama 30 tahun terakhir.
jika bangsa jepang belajar ke amerika seikat untuk mampu memproduksi barang ,maka mahasiswa korea belajar ke jepang untuk menguasai keahlian bangsa tersebut menghasilkan produk.ke mudian mereka pergi ke amerika serikat untuk belajar di bidang yang sama dan bertekad untuk mengalahkan jepang.
Bansa cina setelah revolusi kebudayaan, selalu mengamati orang jepang dan korea. Mereka merasa tertinggal dari jepang dan korea. Kemudian Deng Xiao Ping beserta kader-kader pimpinan partai komunis, yang kebanyakan adalah insinyur beralmamater Universitas Tsing Hua,mengutus orang-orang cina untuk belajar di Massachusetts Institute of Technology,Amerika serikat.Tujuannya untuk mendalami ilmu ekonomi dan ilmu manajemen oprasi,sehingga bangsa Cina dapat memproduksi barang dengan kualitas yang melebihi produk Jepang dan Korea.
Semasa Perdana Mentri Datuk Mahathir Muhammad Berkuasa,bangsa Malayasia juga di wajibkan untuk melihat dan belajar Ketimu.Sebaliknya,bangsa Indonesia belajar ke Amerika Serikat cenderung untuk mendalami ilmu keuangan,manajemen,pemasaran dan penjualan,serta komunikasi sembari membangun jaringan.Akibat nya,ketika negara-negara lain mulai menunjukan teringnya,bangsa Indonesia seperti kebakaran jenggut.Produk-produk impor,mulai dari Cina,India,Jepang,Amerika Serikat dan Eropa membanjiri pasar domestik.Produk lokal tergerus.Setiap sudut,sepanjang mata memandang,dari bangun pagi samapi kembali tidur kita terus menerus dikeoung produk impor.
Dan selanjutnya,setiap rupiah yang dihasilkan oleh keringat bangsa kita dibawa keluar negri.
Di Tulis ulang oleh Firman Ardiansyah
Dari koran Tempo tanggal 30 mei 2012
-6.138559
106.828396